Pemerintah Tidak Komitmen Terkait Impor Beras

- 13 Oktober 2021, 17:02 WIB
Tim Monitoring Bulog melakukan pemeriksaan atas temuan beras bantuan berkualitas rendah di Pandeglang, Banten.
Tim Monitoring Bulog melakukan pemeriksaan atas temuan beras bantuan berkualitas rendah di Pandeglang, Banten. /Dok/Bulog

KARAWANGPOST - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mengklaim ketahanan pangan di Indonesia meningkat selama pandemi Covid-19.

Hal tersebut menuai respon Legislator Sulawesi Selatan Andi Akmal Pasluddin yang menyebutkan, tidak hanya peningkatan selama pandemi, ekspor beras Indonesia pun meningkat 15,4 persen di 2020 dan 2021.

Pemerintah agar berkomitmen tidak impor beras hingga dua tahun, karena pemerintah sendiri yang mengklaim ketersediaan pangan cukup dan solid untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat Indoenesia.

Baca Juga: Kritik Baim Wong Soal Kasus Marahi Kakek Suhud, dr.Tirta: Itu Resiko dari Konten Bagi-Bagi Uang

Pemerintah perlu mengevaluasi bahwa tahun 2021 ini masih ada importasi beras yang terjadi meski di rapat-rapat antara Dewan Rakyat dengan pemerintah termasuk Bulog, menyatakan tidak ada importasi beras di tahun 2021.

Lebih lanjut dijelaskan Andi Akmal, berdasarkan data yang ia peroleh, Indonesia telah melakukan impor beras sebanyak 41,6 ribu ton dengan nilai mencapai 18,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp266,4 miliar.

Jika dibandingkan dengan bulan Juni 2021, realisasi nilai impor pada Juli mengalami penurunan 38,6 persen, dimana nilai impor beras pada Juni 2021 mencapai 30,12 juta dolar AS.

Baca Juga: Arahan Presiden, Antisipasi Peningkatan Covid-19 pada Libur Natal dan Tahun Baru

Impor beras yang dilakukan Indonesia pada Juli 2021 terbanyak diimpor dari India dengan volume mencapai 29,52 ribu ton dengan nilai 12,2 juta dolar AS.

Disusul oleh Vietnam dengan volume impor sebesar 8.850 ton dengan nilai 4,4 juta dolar AS. Selain India dan Vietnam, Indonesia juga melakukan impor beras dengan Thailand dengan volume sebanyak 2.150 ton dengan nilai 1,4 juta dolar AS. Juga Pakistan dengan volume impor sebesar 1.000 ton dengan nilai 390.000 dolar AS.

Menutu Andi, kadang pangan ini terutama beras, bukan saja menjadi komoditas yang diperjuangkan untuk idealisme bangsa, akan tetapi menjadi alat politik yang akhirnya terjadi beda pendapat antar sesama pemerintah sendiri dari kementerian teknis dengan kementerian non teknis. 

"Ujungnya kebijakan impor  dan rakyat jadi korban. Saya harap, jangan ada lagi itu terjadi, dan kami terus mendampingi pemerintah dalam pengawasan, agar komitmen dua tahun ke depan bahkan seterusnya, tidak ada lagi importasi beras reguler non-premium untuk mengisi cadangan stok yang seharusnya sudah penuh," jelas Andi Akmal Pasluddin.***

Editor: M Haidar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x