Pihak Apartemen Pollux Karawang bisa dijerat Tiga Sangsi Perlindungan Konsumen Sekaligus

- 18 Januari 2022, 17:10 WIB
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM Linkar Eddy Djunaedy M
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM Linkar Eddy Djunaedy M /Karawangpost



KARAWANGPOST - Pihak apartemen Pollux Karawang dapat dijerat tiga sangsi sekaligus, terkait kasus pengembang apartemen ingkar janji.

Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Linkar Karawang Eddy Djunaedy pada Selasa 18 Januari 2022.

"Ini murni kesalahan pihak pengembang, jadi sudah sepantasnya apa yang menjadi haknya konsumen, ya harus dikembalikan," kata Eddy.

Baca Juga: Bug Browser Safari Apple dapat menyebabkan Kebocoran Data Pribadi

Lebih jauh Eddy menjelaskan, dalam kasus antara pengembang apartemen Pollux Karawang vs Ferryal ini murni wanprestasi, konsumen dijanjikan bangunan 2 tahun sudah jadi sejak 2017 lalu.

"Seharusnya bangunan itu sudah berdiri sejak 2019 lalu, tapi kenyataanya hingga saat ini belum jadi, sedangkan ini sudah tahun 2022," jelas Eddy.

Menurut Eddy, pihak pengembang maupun developer dapat dikenakan sangsi pidana, perdata dan sangsi administrasi hal itu sebagai mana tertuang dalam UUPK nomor 8 tahun 1999 pasal 8, 9, 10, 16 dan 19.

Baca Juga: Biksu Hindu dipenjara setelah menyerukan Genosida terhadap Umat Muslim di India

Pasal 8 ayat 1: UUPK nomor 8 tahun 1999

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau

Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut, atau

Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Baca Juga: Microsoft Mendeteksi Malmware yang Melumpuhkan Jaringan Komputer Swasta dan Pemerintah Ukraina

Pasal 9 ayat 1 huruf k: UUPK nomor 8 tahun 1999

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pasal 10 huruf c: UUPK nomor 8 tahun 1999

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa.

Pasal 16 UUPK nomor 8 tahun 1999

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan; Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Baca Juga: Ukraina miliki bukti kuat Rusia berada di balik Serangan Siber

Pasal 19 UUPK nomor 8 tahun 1999

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Baca Juga: Waspada! Terjadi 39 Kali Gempa Susulan Pascagempa di Banten

Selanjutnya Eddy menyebutkan apabila pengembang atau developer tidak menanggapi, konsumen bisa menempuh jalur hukum dengan menggugat dan sekaligus melaporkan developer secara pidana.

"Secara pidana, developer ini juga dapat dilaporkan dengan tuduhan melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf f UUPK," ungkap Eddy.

Dikutip dari tulisan Wakil Ketua Komisi 2 bidang Komunikasi dan Edukasi BPKN RI/Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik bahwa:

Baca Juga: 3 Syarat Penerima Vaksin Booster berikut Mekanisme Pelaksanaanya

Pasal tersebut diatas pada intinya melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang tersebut.

Developer apartemen yang melanggar ketentuan tersebut terancam sanksi pidana paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar. Ancaman sanksi ini termuat dalam Pasal 62 UUPK.

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa pencabutan izin usaha.

Baca Juga: Banjir Lombok Barat Berpotensi Longsor, Masyarakat diungsikan Sementara

Berdasarkan ketentuan di atas, UUPK dapat mengenakan tiga sanksi sekaligus kepada developer tersebut yakni sanksi perdata, pidana dan administrasi.

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa pencabutan izin usaha.

Berdasarkan ketentuan di atas, UUPK dapat mengenakan tiga sanksi sekaligus kepada developer tersebut yakni sanksi perdata, pidana dan administrasi.

Baca Juga: Indonesia Jepang Sepakati Kerja Sama Transisi Energi

Disamping itu, ancaman pidana lain bagi developer yang membangun perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi dan persyaratan yang diperjanjikan juga diatur dalam Pasal 134 jo Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu denda maksimal Rp5 miliar.

Selain sanksi denda, developer tersebut juga dapat dijatuhi sanksi administratif sebagaimana terdapat dalam Pasal 150 UU Perumahan. Sanksinya mulai dari peringatan tertulis, pencabutan izin usaha, hingga penutupan lokasi.

Baca Juga: Daftar 12 Mobil Baru dengan Harga Kisaran Rp100 Jutaan Tahun 2022

Sebagai salah satu contoh penetapan UUPK diatas terjadi dalam perkara nomor 324 K/Pdt/2006, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan.

Pengadilan Tinggi Medan menghukum developer telah melakukan wanprestasi karena tidak dapat menyerahkan rumah pada tanggal yang diperjanjikan.

Bahkan Mahkamah Agung secara tegas menolak dalil developer yang berlindung di balik krisis moneter dan naiknya harga bangunan sebagai alasan mundurnya waktu penyelesaian pembangunan rumah.***

Editor: M Haidar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x