Penegakan UU ITE, Siber Crime Polri Prioritaskan Restorative Justice

- 25 Februari 2021, 16:08 WIB
Ilustrasi - Teknologi Selular
Ilustrasi - Teknologi Selular /Pixabay/Foundry/

KARAWANGPOST - Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri mengirimkan peringatan virtual ke sejumlah akun media sosial yang mengungah konten yang berpotensi tindak pidana.

Hal ini dilakukan guna mewujudkan Polri yang lebih humanis dan mengedepankan pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian daripada penindakan.

"Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi, Rabu 24 Februari 2021.

Baca Juga: Pembangunan Kawasan Selatan Kabupaten Sukabumi Menjadi Prioritas Pemerintah Pusat

Dia menuturkan langkah tersebut sejalan dengan surat edaran Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo soal kesadaran budaya beretika dalam dunia digital.

Salah satu poin dalam surat edaran tersebut yakni soal langkah damai di kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang harus diprioritaskan penyidik demi dilaksanakannya restorative justice.

Menurutnya, restorative justice pun sudah ada dalam program virtual police yang artinya penindakan itu bersifat ultimum remedium, atau upaya terakhir yang dilakukan kepolisian.

Baca Juga: Ridwan Kamil Lantik Bupati dan Wakil Bupati Karawang Terpilih Secara Langsung di Bandung

Dia mengklaim tiap harinya mereka melakukan patroli siber di medsos mengawasi konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram.

Apabila ada akun medsos mengungah konten berpotensi tindak pidana, pihaknya mengirim peringatan lewat DM.

Tim patroli siber ini meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE sebelum memberikan peringatan virtual ke terduga pelanggar UU ITE, sehingga peringatan virtual itu dilakukan berdasarkan pendapat ahli bukan subjektif penyidik kepolisian.

Baca Juga: KJRI Hong Kong Berikan Bantuan Logistik Lindungi WNI Luar Negeri di kapal MV Shin Hay

Dalam DM berupa peringatan disampaikan kalau konten itu mengandung pelanggaran atau hoaks. Pesan peringatan dikirim dua kali ke seseorang yang diduga mengunggah konten hoax atau ujaran kebencian.

Dalam waktu 1x24 jam maka konten tersebut harus diturunkan. Jika postingan tidak diturunkan, penyidik akan memberikan peringatan kembali.

Bila peringatan kedua tetap tidak digubris, akan ditingkatkan ke tahap pemanggilan untuk dimintai klarifikasi.

Baca Juga: KEREN!! Produk Desa Mendunia, Webdesaku Menuju Desa Cerdas Untuk Purwakarta Istimewa

Penindakan akan dilakukan sebagai langkah terakhir. Siber Polri akan mengedepankan langkah-langkah humanis ketimbang penindakan.

"Tahapan-tahapan strategi yang dilakukan melalui beberapa proses," ujar Slamet.

Pertama, kata dia, edukasi. Kemudian peringatan virtual.

Setelah dilakukan peringatan virtual kita lakukan mediasi, restorative justice. Setelah restorative justice baru laporan polisi sehingga tidak semua pelanggaran atau penyimpangan di ruang siber dilakukan upaya penegakan hukum melainkan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice.

Baca Juga: Saung Bali Karawang Hadirkan Konsep Eduwisata

"Sehingga terciptanya ruang siber yang bersih, sehat, beretika, produktif dan beragam," kata dia.

Adapun tindak pidana yang bisa dilakukan dengan cara restorative justice misalnya pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan.

Ia menyebut pelaku yang terlibat di kasus tersebut bisa tidak ditahan, karena restorative justice mengedepankan terciptanya keadilan dan keseimbangan antara pelaku dan korbannya.

Baca Juga: Nino Tak Mau Memaafkan Elsa dan Sudahi Pernikahannya, Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini

"Tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice, yang pertama pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan. Itu ada di UU ITE Pasal 27 ayat 3, Pasal 207 penghinaan terhadap penguasa, Pasal 310 dan Pasal 311," ujarnya.

"Kenapa tidak bisa ditahan karena sudah dikeluarkan oleh Kapolri kepada seluruh jajaran apabila akan naik sidik harus dilakukan gelar secara virtual oleh Mabes Polri sehingga inilah upaya Pak Jokowi-Pak Kapolri membuat untuk lebih tenang bangsa ini. Tapi bukan berarti tidak dilakukan penahanan terus kita semena-mena artinya kita sama-sama koreksi diri," katanya.

Terakhir, Slamet menyebut kepolisian tidak akan menindak seseorang yang melakukan kritik terhadap pemerintah. Kritik tersebut harus disampaikan secara beradab, tetapi jika kritik disampaikan dengan menambahkan ujaran kebencian dan hoax, maka akan ditindak.

Baca Juga: Kiper Persib I Made Wirawan Sambut Turnamen pramusim Piala Menpora dengan Optimis

"Kritik itu sah-sah saja, namun ujaran kebencian, fitnah, dan kebohongan itu yang tidak baik," katanya.

Slamet menuturkan jika seseorang mengkritik dan berbuat jahat, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia tahu sudah berbuat kejahatan.

Menurutnya, orang itu tahu bahwa kritik itu mengandung hoax, mengandung ujaran kebencian yang ditambah-tambah atau diedit.

"Kalau bicara kritik kepada pemerintah kita tidak akan sentuh," tuturnya.***

Editor: M Haidar

Sumber: Divisi Humas Polri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x