Network
KARAWANGPOST - Di tengah hiruk pikuk kehidupan, bulan suci Ramadhan selalu dinanti-nanti oleh umat Islam di seluruh dunia.
Di Indonesia, tradisi munggahan menjadi salah satu momen istimewa dalam menyambut bulan penuh berkah ini. Tradisi ini bukan sekadar kumpul-kumpul dan menikmati hidangan lezat, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam.
Kata "munggahan" berasal dari bahasa Sunda yang berarti "naik". Dalam konteks ini, "naik" diartikan sebagai peningkatan spiritual dan kesiapan diri dalam menyambut bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, beberapa hari sebelum Ramadhan dimulai.
Baca Juga: Pengobatan Alami untuk Batuk dan Tenggorokan Gatal: Ramuan Tradisional yang Terbukti Berkhasiat
Munggahan diawali dengan tradisi "botram", yaitu makan bersama dengan keluarga, tetangga, dan kerabat. Hidangan yang disajikan pun beragam, mulai dari nasi liwet, opor ayam, sambal goreng ati, hingga jajanan tradisional. Kebersamaan dalam botram menjadi simbol rasa syukur atas nikmat yang telah dilimpahkan dan mempererat tali persaudaraan.
Tradisi munggahan tak hanya tentang menyantap hidangan lezat, tetapi juga menjadi momen untuk refleksi diri dan permohonan ampunan. Umat Islam diajak untuk merenungkan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat selama setahun terakhir.
Momen ini menjadi kesempatan untuk membersihkan hati dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Pengajian dan ceramah Ramadhan yang diadakan di berbagai masjid dan mushola menjadi sarana untuk memperdalam ilmu agama dan memperkuat iman. Umat Islam diingatkan kembali tentang kewajiban dan amalan yang dianjurkan selama bulan Ramadhan.
Tradisi munggahan merupakan wujud rasa syukur dan persiapan spiritual yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dalam menyambut bulan Ramadhan.
Lebih dari sekadar tradisi, munggahan menjadi momen untuk memperkuat keimanan, mempererat tali persaudaraan, dan menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang bersih dan penuh semangat.
