KARAWANGPOST - Akhir-akhir ini, istilah "cancel culture" semakin sering kita lihat di berbagai media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook.
Secara sederhana, cancel culture merujuk pada gagasan untuk “membatalkan” seseorang dengan arti memboikot atau menghilangkan pengaruh orang tersebut baik di media sosial maupun nyata.
Biasanya hal yang di lakukan, seorang public figure melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap ofensif atau problematik.
Baca Juga: Lee Dong Wook, Han Ji Eun dan Wi Ha Joon Akan Bintangi Drama OCN Bad and Crazy
Kemudian publik merespons di media sosial dengan efek bola salju yang makin lama makin membesar sampai akhirnya ada yang menyerukan si public figure pantas “di-cancel”.
Bisa diartikan ajakan untuk mematikan karier maupun pengaruh si public figure, baik dengan cara memboikot karyanya atau bahkan meminta hukuman dan pertanggungjawaban yang lebih tegas dari industri, kantor, dan institusi lain yang berkaitan dengannya.
Untuk mengetahui lebih dalam soal cancel culture, kita mungkin harus mengetahui asal-muasal dari istilah itu sendiri.
Baca Juga: Lowongan Kerja Mitra Kurir Shopee Express
Walaupun sering dipakai untuk melawan perbuatan yang dianggap seksis dan rasis, namun ironisnya, Aja Romano dalam artikelnya untuk Vox menjelaskan bahwa konsep “cancelling” ini akarnya justru dari candaan misoginis.