Definisi Cancel Culture Serta Situasi Media Sosial di Era Digital

7 September 2021, 23:02 WIB
Definisi Cancel Culture Serta Situasi Media Sosial di Era Digital /Karawangpost/Pixabay art by Viarami

KARAWANGPOST - Akhir-akhir ini, istilah "cancel culture" semakin sering kita lihat di berbagai media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook.

Secara sederhana, cancel culture merujuk pada gagasan untuk “membatalkan” seseorang dengan arti memboikot atau menghilangkan pengaruh orang tersebut baik di media sosial maupun nyata.

Biasanya hal yang di lakukan, seorang public figure melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap ofensif atau problematik.

Baca Juga: Lee Dong Wook, Han Ji Eun dan Wi Ha Joon Akan Bintangi Drama OCN Bad and Crazy

Kemudian publik merespons di media sosial dengan efek bola salju yang makin lama makin membesar sampai akhirnya ada yang menyerukan si public figure pantas “di-cancel”.

Bisa diartikan ajakan untuk mematikan karier maupun pengaruh si public figure, baik dengan cara memboikot karyanya atau bahkan meminta hukuman dan pertanggungjawaban yang lebih tegas dari industri, kantor, dan institusi lain yang berkaitan dengannya.

Untuk mengetahui lebih dalam soal cancel culture, kita mungkin harus mengetahui asal-muasal dari istilah itu sendiri.

Baca Juga: Lowongan Kerja Mitra Kurir Shopee Express

Walaupun sering dipakai untuk melawan perbuatan yang dianggap seksis dan rasis, namun ironisnya, Aja Romano dalam artikelnya untuk Vox menjelaskan bahwa konsep “cancelling” ini akarnya justru dari candaan misoginis.

Ia menulis, “Mungkin referensi pertama untuk istilah ‘meng-cancel’ seseorang berasal dari film tahun 1991 berjudul New Jack City di mana Wesley Snipes bermain sebagai seorang gangster bernama Nino Brown.

Dalam satu adegan, setelah kekasihnya menangis karena semua kekerasan yang disebabkan olehnya, Nino mencampakkan pacarnya dengan berkata, "Cancel that b*tch. I’ll buy another one".

Baca Juga: Karawang Terapkan PPKM Level 2, Pembelajaran Tatap Muka Segera Dimulai

Sejak itu pemakaian istilah cancel menjadi populer dipakai oleh kaum kulit hitam di Twitter yang awalnya dipakai sebagai becanda namun akhirnya menjadi serius ketika istilah ini diarahkan pada public figure yang dianggap problematik.

Umumnya, seseorang kena cancel karena perbuatan atau perkataan yang berkaitan dengan seksual dan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan), namun bisa juga akibat perseteruan antara public figure yang melibatkan penggemar mereka.

Daftar public figure yang pernah merasakan cancel culture sudah banyak sekali, salah satu contohnya adalah Lea Michele yang dituduh rasis oleh bekas lawan mainnya di Glee, J.K. Rowling.

Baca Juga: Proyek Jalan Puncak Sempur Karawang Habiskan Miliaran Rupiah

Glee yang dituduh transfobik dan problematik oleh para penggemar Harry Potter, dan Suga BTS yang salah satu lagu solonya mengandung bagian kontroversial.

Dalam perkembangannya, cancel culture pun tak hanya bisa menimpa sosok orang terkenal seperti public figure dan social media influencer saja.

Tapi juga bisa terjadi pada siapa pun di internet, termasuk kamu, meskipun skalanya tentu berbeda-beda. “Ah, tapi kan saya tidak pernah berbuat atau komentar yang aneh-aneh,” pikirmu.

Baca Juga: Aldi Taher Dukung Saipul Jamil di Televisi, Netizen: Gila

Eits, tunggu dulu. Ya mungkin sekarang kamu sudah lebih bijaksana dan bisa menahan diri, namun bagaimana dengan tweet atau postinganmu dari lima tahun lalu misalnya?

Yup. Tak jarang ada saja orang yang berusaha mencari alasan untuk meng-cancel seseorang dengan mengorek “dosa masa lalu” yang masih menjadi jejak digital orang tersebut dari berapa tahun lalu.

Misalnya berupa foto, video, atau tweet seperti yang pernah dialami oleh Ardhito Pramono yang sempat dicap rasis dan homofobik ketika cuitan lamanya saat masih tinggal di Aussie diangkat ke permukaan.

Ardhito sampai harus bikin video klarifikasi untuk soal itu lho, namun tetap saja masih ada orang yang jadi ilfeel dan meng-cancel dirinya gara-gara masalah tersebut.***

Editor: Zein Khafh

Tags

Terkini

Terpopuler