KARAWANGPOST - Chairil Anwar merupakan pelopor perpuisian Indonesia modern. Sebab, sebelum Chairil muncul perpuisian Indonesia awalnya hanya berkutat di puisi lama yang dibatasi oleh aturan-aturan.
Namun, Chairil justru mendobrak batas-batas atau aturan yang dipegang teguh oleh para penyair yang ada di era itu. Sehingga Chairil dikenal Sebagai pelopor angkatan 45 yang membawa kebaruan dalam khazanah kesusastraan Indonesia.
Chairil dikenal dengan julukan Si Binatang Jalang yang diambil dari sebuah larik puisinya yang berjudul "Aku".
Baca Juga: Trending Twitter! #NyungsepLevel4, Netizen: Pelan-pelan Kita Mati
Banyak sekali puisi-puisi Chairil yang tersebar di media maupun di buku sastra. Namun terkadang pembaca sastra awam binggung puisi yang mana merepresentasikan jiwa Chairil Anwar.
Berikut ini lima rekomendasi puisi Chairil Anwar yang wajib kamu baca dan dapat menjadi representasi dari seluruh puisi-puisi yang diciptakan oleh Chairil Anwar.
1. Aku
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943.
Baca Juga: Bupati Purwakarta Turut Berduka atas Meninggalnya Ibunda Amanda Manopo
2. Senja di Pelabuhan Kecil
Senja di Pelabuhan Kecil
Kepada Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempar, sedu penghabisan bisa terdekap
Baca Juga: Atlet Renang Kanada Margaret MacNeil Jadi Perenang Tercepat Gaya Kupu Kupu
3. Krawang-Bekasi
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa- apa.
Baca Juga: Ade Rai Berduka, Sang Ibunda Meninggal Dunia
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
4. Derai-derai Cemara
Derai-Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
Baca Juga: Lowongan Kerja Bank Indonesia, PCPM BI Angkatan 36 Resmi Dibuka
5. Sajak Putih
Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi
Malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah.***