Akhirnya, Mahfud MD Ungkap Alasan Penolakan Permohonan Uji Materi UU Penodaan Agama

- 15 Desember 2020, 17:19 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD /ANTARA FOTO/Luqman Hakim/pri./

KARAWANGPOST - Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap soal alasannya menolak permohonan uji materi Undang-Undang Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Almarhum) serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat pada tahun 2010.

Kala itu, Mahfud MD menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang MK menilai menilai undang-undang itu dibuat untuk melindungi kepentingan umat beragama, terutama untuk kalangan minoritas.

Baca Juga: KPU Karawang Gelar Rapat Pleno Perolehan Suara Pilkada 2020

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 itu merupakan perubaha dari Undang-Undang Nomor 1/PNPS/tahun 1965.

"Karena di dalam UU Nomor 5 Tahun 1969 itu disebutkan juga, adapun agama-agama lain (selain enam agama yang diakui negara) dibiarkan adanya," kata Mahfud dikutip dari Antara, Selasa 15 Desember 2020.

Hal ini disampaikan Meno Polhukam Mahfud MD secara daring dalam forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Capai 413 Miliar

Ia menuturkan pada waktu UU Penodaan Agama tersebut digugat karena pemohon berpandangan adanya diskriminasi terhadap agama minoritas dalam undang-undang tersebut.

"Waktu itu digugat ke MK, bunyi kalimat ini: 'kok, yang lain disebutkan, kok, yang lain dibiarkan?' Saya katakan, yang pertama secara hukum itu urusan bahasa yang dibuat oleh DPR, oleh Bung Karnolah, pada tahun 1965," beber Mahfud.

Undang-undang tersebut, kata Mahfud, tidak menyalahi konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Baca Juga: Prediksi 16 Besar Liga Champions, PSG Langsung Terbentur Cadas di Laga Pertama

Karena kata 'dibiarkan' pada kalimat 'selain agama yang diakui' itu berarti agama tersebut 'tidak diganggu' atau 'diberlakukan sama pembinaannya' dengan agama yang diakui negara.

Selanjutnya MK mengusulkan agar pemohon dapat mengajukan perubahan bahasa kepada pihak yang mengesahkan undang-undang, yaitu DPR RI.

Baca Juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Truk Melebihi Muatan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Ditindak

"Kalau dibiarkan kan anggapannya diskriminatif, yang satu dibina, yang satu dibiarkan begitu. Saya bilang tidak. Sebenarnya dibiarkan artinya dilindungi yang agama-agama yang lain itu," jelasnya.

"Diubahnya di DPR saja karena ini soal bahasa. Bukan soal substansi, begitu. Dan tidak ada yang salah dari itu," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak agama dan aliran kepercayaan yang sama-sama berperan membangun kehidupan bermasyarakat yang harmonis di Indonesia.***

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x