KARAWANGPOST - Munculnya kasus dugaan suap di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi pemerintah.
Kasus tersebut mencuat setelah Ketua KPK Alexander Marwata mengonfirmasi perihal dugaan suap pajak, namun KPK belum menyebut tersangka karena proses penyidikan masih berjalan.
“KPK tentu harus mengumpulkan alat bukti yang cukup kuat untuk mengungkap kasus ini ke publik. Kasus pajak ini terjadi di tengah pandemi, melimpahnya insentif dan risiko shortfall yang masih di depan mata. Ini menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi pemerintah,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati melalui rilis tertulisnya kepada awak media, Sabtu 6 Maret 2021.
Baca Juga: Apa Itu Poliamori dan Bagaimana Bentuk Hubungan Ini Bekerja
Adanya kasus ini, dinilainya menjadi ironi karena seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran. Kesadaran yang dimaksud yaitu kesadaran bahwa pajak itu sudah memenuhi 4 prinsip.
Dimulai dari prinsip keadilan (equity) yaitu pengenaan pajak secara umum serta sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Kemudian, prinsip kepastian (certainty) dimana pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian dan jaminan hukum
Prinsip kepastian tersebut seharusnya mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan pajak.
Baca Juga: [CEK FAKTA] Empat Tenaga Kesehatan Meninggal Setelah Vaksinasi Covid 19
Selajutnya, prinsip kelayakan (convience) yakni pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan wajib pajak serta hendaknya sejalan dengan sistem self assessment.
Terakhir, prinsip ekonomi (economy) yaitu pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan harus proporsional.
Kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi di tahun 2021, dapat kembali membuka risiko shortfall penerimaan perpajakan. Masa transisi akibat pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan oleh semua sektor.
Baca Juga: Louis Tomlinson Gagas Pendirian Managemen Musik bagi Talenta Baru
“Sementara kebijakan insentif perpajakan juga masih menjadi salah satu aspek penyumbang potensi shortfall di tahun ini. Walaupun di sisi lain, insentif yang diberikan pemerintah sebagai kelanjutan dari program insentif wajib pajak terdampak pandemi Covid-19, pasti menjadi hal yang sangat ditunggu dan menggembirakan bagi wajib pajak,” ungkap Anis.
Karenanya Anis menilai, pemerintah perlu mengkaji lebih dalam terkait pemberian insentif di masa pandemi.
Pemerintah didorong serius membuat skala prioritas dan meminimalkan risiko kerugian karena saat insentif pajak diberikan, artinya ada potensi penerimaan negara yang hilang.
Baca Juga: Gegara Hubungan Asmara, Anak Bungsu Jokowi Jadi Trending Topic, Ini Komentar Netizen
Pemerintah juga harus menjunjung tinggi keadilan (equity), mengingat semua wajib pajak di semua sektor sangat terdampak pandemi Covid-19, tetapi tidak semuanya bisa mendapatkan insentif.
Baca Juga: Olimpiade Tokyo Bulan Juli Mendatang Tidak Bisa Ditunda Lagi, Ini Alasannya
Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi kebijakan insentif perpajakan yang telah dilaksanakan. “Jangan sampai kebijakan insentif pajak menjadi inefisiensi dan inefektivitas dengan narasi yang bagus tetapi tidak tepat sasaran,” tutup Anis.**