Modeling itu dibangun di lahan daratan seluas 80 hektare. Produktivitas saat ini mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar, dengan asumsi harga jual Rp28 ribu per kilogram. Namun jumlah produksi masih akan ditingkatkan hingga 10 ribu ton per tahunnya.
“Nila salin ini sebenarnya nila juga, nila dari perikanan air tawar, yang kita geser supaya bisa hidup di perairan payau,” ujar Menteri Trenggono.
Kegiatan budidaya nila salin di Karawang, sambungnya, didukung oleh teknologi ramah lingkungan. KKP menyiapkan instalasi pengelolaan air limbah, mesin pakan otomatis, hingga alat pengukur kualitas air untuk menunjang kualitas nila yang budidaya.
Metode maupun teknologi budidaya modeling inilah yang selanjutnya dapat diduplikasi ke berbagai daerah di Indonesia.
Dengan memberi contoh nyata, dia optimistis relokasi lebih mudah dilakukan karena pembudidaya memiliki solusi untuk mempertahankan usahanya.
“Saat peresmian kemarin kita undang juga pelaku usaha budidaya untuk melihat langsung apa yang kami lakukan. Dengan cara ini, kita bisa geser mereka untuk tidak lagi memanfaatkan danau sebagai tempat budidaya. Lewat ini juga, kami ingin menyampaikan kepada pemerintah daerah agar tidak lagi memberi izin budidaya di danau maupun waduk,” jelasnya.***