Netanyahu Menentang Biden Terkait Serangan Militan Hamas di Rafah

- 20 Maret 2024, 18:52 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu /Karawangpost/Foto/[email protected]

KARAWANGPOST - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak membatalkan serangan darat besar-besaran terhadap militan Hamas di Gaza Selatan.

Netanyahu mengabaikan peringatan AS bahwa operasi tersebut akan membunuh lebih banyak warga sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah Palestina.

“Kami memiliki perbedaan pendapat dengan Amerika mengenai perlunya memasuki Rafah,” kata Netanyahu kepada anggota parlemen Israel pada hari Selasa, 19 Maret 2024 satu hari setelah Presiden AS Joe Biden mendesaknya untuk membatalkan rencana penyerbuan Rafah. 

Baca Juga: Putin Meraih Kemenangan Bersejarah dalam Pemilihan Presiden Rusia 2024

Baca Juga: Putin Sampaikan Pidato Kemenangannya dihadapan Para Pendukungnya

Netanyahu menambahkan, kami tidak melihat cara untuk melenyapkan Hamas secara militer tanpa menghancurkan batalion yang tersisa. Kami bertekad untuk melakukannya.

Gedung Putih telah memperingatkan akan aksi yang dilakukan Netanyahu pada hari Senin, 18 Maret 2024 setelah percakapan telepon Biden selama 45 menit dengan Netanyahu bahwa operasi darat besar-besaran di Rafah adalah sebuah kesalahan.

Menyimpulkan seruan tersebut, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan, hal ini akan menyebabkan lebih banyak kematian warga sipil yang tidak bersalah, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan, memperdalam anarki di Gaza dan semakin mengisolasi Israel secara internasional.

Biden sebelumnya bersikeras bahwa Israel memberikan rencana yang kredibel untuk mencegah jatuhnya korban sipil di Rafah sebelum melancarkan serangannya. Namun, dengan meningkatnya dampak politik atas jatuhnya korban warga Palestina, ia mengambil sikap yang lebih keras terhadap Netanyahu. 

Presiden AS pada hari Jumat menyatakan dukungannya kepada Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer setelah anggota parlemen tersebut memberikan pidato dengan alasan bahwa Netanyahu telah tersesat dan telah menjadi hambatan bagi perdamaian di wilayah tersebut.

Perang pecah ketika Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap desa-desa Israel selatan pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu, yabg menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menyandera ratusan orang kembali ke Gaza. 

Sejak itu, menurut pemerintah setempat, lebih dari 31.000 orang telah terbunuh di daerah kantong Palestina yang terkepung, dan sekitar 1,5 juta warga Gaza yang kelaparan telah berdesakan di Rafah setelah pemboman Israel meratakan lingkungan mereka.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan pekan lalu bahwa warga sipil yang mengungsi akan dipindahkan ke pulau kemanusiaan di utara Rafah sebelum serangan darat dimulai. 

Para pengungsi akan diberikan tempat tinggal sementara, makanan, dan air, kata juru bicara IDF Daniel Hagari. Netanyahu menyetujui rencana Rafah IDF pada hari Jumat.

Namun, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington masih belum melihat rencana yang jelas dan dapat dilaksanakan untuk melindungi warga sipil di Rafah. 

Dia memperingatkan pada hari Selasa bahwa 100% penduduk Gaza menderita kerawanan pangan akut pada tingkat yang parah. Ini adalah pertama kalinya seluruh populasi diklasifikasi seperti itu.

Netanyahu mengklaim bahwa pasukan Israel menghancurkan 18 dari 24 batalyon Hamas di Gaza, dan empat unit yang masih hidup terkonsentrasi di Rafah. 

“Saya telah menjelaskan kepada presiden dalam percakapan kami, dengan cara yang paling jelas, bahwa kami bertekad untuk menyelesaikan penghapusan batalyon-batalyon ini di Rafah. Tidak ada cara untuk melakukannya, kecuali dengan masuk ke dalam tanah," ujar Netanyahu kepada Biden.***

Editor: M Haidar

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x