Hari Pers Internasional 3 Mei 2021, Sejarah Penetapan dan Kebebasan Pers

- 3 Mei 2021, 03:25 WIB
Hari Pers Internasional
Hari Pers Internasional /Istagram/@jakartaviral/



KARAWANGPOST -  Hari Pres Internasional ditetapkan pada 3 Mei  2021 pada sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Hari ini diperingati sebagai prinsip kemerdekaan pers demi melihat kebebasa pers di seluruh internasional.

Sejak hari ditetapkannya biasanya masyarakat memperingati hari pers internasional juga mengenang para jurnalis yang sudah meninggal dalam menjalankan profesinya.

Hari pers internasional atau World Press Freedom day (WPFD) mendorong publik untuk bersama-sama memperjuangkan kebebasan pers.

Sebab, meskipun sudah ditetapkannya hari pers internasional, masih saja ada jurnalis yang terkena tindakan represif. Bahkan masih ada saja media yang dibredel.

Ditetapkannya Hari Pers
Berdasarkan Universal Declaration of Human Right 1948 pasal 19, Ditetapkannya Hari Kebebasan Pers Internasional untuk menghormati jurnalis yang sudah gugur dalam menjalankan tugasnya dan juga untuk memperjuangkan kebebasan pers ditingkat internasional.

Pada bulan Desember 1993, PBB memproklamirkan hari kebebasan pers yang mengkuti rekomendasi sidang umum UNESCO. Pada 3 Mei juga dimulai ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Windhoek.

Menurut keterangan salah satu penggagas hari kebebasan pers internasional ini, Alain Modoux, usulannya  sudah mulai sejak 27 tahun silam di Windhoek.

Langkah pertama yang paling menentukan adalah ketika di Paris pada kesempatan Konerensi Umum UNESCO, muncul reaksi sangat baik terhadap laporan Direktur Jenderal UNESCO.

Konferensi yang diselenggarakan pada November 1991 ini mendorongkan negara-negara anggota UNESCO untuk menyatakan 3 Mei sebagai hari pers internasional.

Didukung oleh negara-negara anggota UNESCO, Direktur Jenderal UNESCO lalu menyampaikan keinginannya pada Sekretaris Jendral PBB Boutros Ghali.

Kemudian ditetapkan lah 3 Mei sebagai hari pers internasional setelah melalui proses yang sangat panjang.

Kebebasan Pers
Kebebasan pers hari ini agaknya sedikit memprihatinkan, masih banyak tindakan kekerasan yang terjadi pada jurnalis. Kekerasanya, dikriminasi, dan tindakan reprseif masih menghantui kebebasan pers di Indonesia.

Indonesia yang menganut negara demokrasi, membuat pers menjadi salah satu corong kebebasan guna menjalankan negara yang demokratis.

Istilah pers pilar ke empat demokrasi bukan hanya slogan omong kosong belaka. Tentunya keterbukaan atas informasi publik harus dibuka selebar-lebarnya.

Namun, dilapangan masih saja terjadi diskriminasi terhadap pers. Kejadian yang terdekat adalah Nurhahdi, jurnalis Tempo yang terkena diskriminasi.

Ia sedang melakukan peliputan, saat hendak melakukan wawancara pada Angin Prayitno, ia langsung dibawa keluar lalu dianiaya.

Kejadian itu memperpanjang catatan buruk diskriminasi terhadap jurnalis. Hal seperti itu terjadi salah satunya karena adanya indikasi pembungkaman terhadap pers dan juga penutupan informasi publik. Tentu saja itu melanggar hukum, hak asasi, dan  juga melanggar kerja-kerja jurnalistik.

Padahal di Indonesia sendiri sudah ada undang-undang yang mengatur kerja-kerja jurnalistik. Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, dijelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Dengan begitu seharusnya tidak ada lagi kejadian-kejadian pembungkaman seperti Nurhadi jurnalis Tempo.

Seharusnya pers bisa dengan aman dan tenang melakukan kerja-kerja jurnalistiknya. Tidak hanya  bagi media arus utama saja, media komunitas seperti pers kampus juga dilindungi oleh undang-undang yang sama.

Maka dari itu, seharunya setiap pers melakukan kerja-kerja jurnalistiknya berdasarkan etika jurnalistik juga perlu merasa aman dalam menjalankan pekerjannya.(M Faqih Zalfitri Razak)***

Editor: M Haidar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x