Bar-Bar! Perdagangan Gelap Senjata Api di Indonesia Marak

- 10 Desember 2020, 14:25 WIB
Ilustrasi senjata api.
Ilustrasi senjata api. /stevepb / Pixabay

KARAWANGPOST - Perdagangan gelap senjata api dinilai marak terjadi di Indonesia. Kondisi ini dipicu akibat lemahnya pengawasan kepemilikan senjata api oleh pihak berwajib.

"Rezim pengawasan senpi Indonesia termasuk lemah. Pasar gelap cukup hidup," kata Guru besar kriminologi Universitas Indonesia, Adrianus Meliala.

"Belum ada aja momen bagi mereka yang punya (Senjata api) untuk benar-benar menggunakannya. Kalau misalnya ada, ramai," lanjutnya.

Baca Juga: Pilkada Karawang, 513.691 Lembar Surat Suara Tak Terpakai

Meilala mengutip data yang pernah dirilis Ombudsman RI, pernah ditemukan maladministrasi terkait kelemahan pengawasan kepemilikan senjata api oleh polisi pada 2019.

Demikian dilansir dari JurnalGaya dalam artikelnya berjudul "Parah Banget! Pengawasan Senjata Api di Indonesia Sangat Lemah, Perdagangan Gelap Marak".

Meliala mengatakan, hal itu terungkap dari hasil kajian peninjauan sistemik mulai Mei 2018 hingga Januari 2019 dengan mendatangi sejumlah pihak.
 
Yakni Polda Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Timur, dan Polda Sulawesi Selatan serta kunjungan ke beberapa pihak lain.

Baca Juga: Ini Kata Sule tentang Istrinya yang Dikabarkan Hamil

Lebih lanjut, Meliala menjelaskan, untuk memahami persoalan senjata api perlu merujuk pada jenis senjatanya.

Ia mengatakan ada tiga jenis senjata yang beredar di masyarakat yakni senjata organik, senjata rakitan, senjata impor atau versi gun, dan soft gun.

Untuk senjata organik, kata dia, tergantung pada pengawasan satuan yang memilikinya.

Baca Juga: Puluhan Pasien Positif COVID-19 di Tasikmalaya Memilih Golput

Senjata itu bisa jadi dicuri dari gudang senjata, digunakan secara salah oleh petugas, atau dipinjamkan sehingga disalahgunakan.

"Untuk senjata rakitan ada dua tipe, semi rakitan yang berasal dari daerah konflik, dan rakitan dari dalam negeri sendiri," ujar dia.

Sedangkan untuk tipe rakitan yang berasal dari daerah konflik sudah rendah jumlahnya.

Baca Juga: Spider-Man 3 Dirilis Akhir Tahun Depan, Ajang Reuni Para Pemeran Peter Parker

Tetapi untuk senjata rakitan produksi dalam negeri, seiring semakin canggihnya teknologi bubutan, masih dihasilkan pabrik-pabrik, di antaranya di Cipacing, Bubut Utara, dan produksi tradisional lain.

"Kemungkinan maraknya peredaran senjata rakitan produksi rumah industri ini karena pasarnya yang tinggi, sehingga produksinya banyak," ujarnya.

Sementara itu, untuk versi gun atau senjata impor, kata dia, juga tidak bisa dikontrol.

Baca Juga: Kader PDIP Gibran dan Bobby Menang di Pilkada 2020, ini Komitmen Megawati

Untuk tipe senjata itu hanya boleh dipegang oleh anggota Perbakin, tetapi ketika izinnya telah habis tidak ada yang bisa mengontrol senjata masih dipegang atau ditarik.

Perkembangan yang terjadi saat ini, kata dia, peredaran soft gun yang muncul tanpa hukum. Untuk itu dia menyarankan agar UU Darurat Nomor 12/1951 tentang kepemilikan senjata perlu direvisi.

"Revisi perlu karena Undang-Undang Darurat yang ada saat ini belum mencakup tentang soft gun ini. Karena ini termasuk jenis senjata yang bisa mematikan," ujarnya.*** (Dini Yustiani/Jurnal Gaya)

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Jurnal Gaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x