Demonstrasi Pecah Lagi di Myanmar setelah Kerusuhan Berdarah

1 Maret 2021, 16:07 WIB
Ilustrasi aksi demonstran melawan polisi di Kota Yangon, Myanmar. /REUTERS/Stringer

KARAWANGPOST - Tindakan keras pasukan keamanan yang menewaskan sedikitnya 18 orang sehari sebelumnya ditentang. Pengunjuk rasa kembali turun ke jalan pada Senin 1 Maret 2021.

Bentrokan terjadi di berbagai bagian negara pada Minggu 28 Februari, polisi melepaskan tembakan ke kerumunan di kota terbesar Yangon, setelah gas air mata dan tembakan peringatan gagal untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menuntut pemulihan pemerintahan Aung San Suu Kyi.

Sebagaimana dilansir Antara, video langsung di Facebook menunjukkan kerumunan kecil yang mengenakan topi pekerja konstruksi berkumpul di seberang jalan di Lashio, Negara Bagian Shan, meneriakkan slogan-slogan saat polisi berbaris ke arah mereka.

Baca Juga: Perbaikan DAS Jadi Prioritas Utama Pemkab Kabupaten Bekasi

"Sudah satu bulan sejak kudeta. Mereka menindak kami dengan penembakan kemarin. Kami akan keluar lagi hari ini," kata pemimpin unjuk rasa Ei Thinzar Maung di Facebook.

Beberapa pengunjuk rasa menyerukan penghancuran kamera pengintai yang digunakan oleh pihak berwenang, dan membagikan resep semprotan merica di media sosial.

Di satu jalan di Yangon, para demonstran menempelkan ratusan gambar pemimpin junta Min Aung Hlaing ke tanah, bertuliskan "tidak tahu malu, diktator, kami tidak akan pernah memaafkanmu".

Baca Juga: Asyiik..! Ada Lagi Bantuan Kuota Internet untuk Siswa, Mahasiswa dan Tenaga Pengajar

Sebuah komite yang mewakili anggota parlemen yang memenangi kursi dalam pemilu November mengatakan sedikitnya 26 orang tewas dalam kekerasan pada Minggu, tetapi data ini tidak dapat diverifikasi oleh Reuters.

"Penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh junta militer sedang dicatat dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban," kata komite itu.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada 1 Februari, setelah menuduh adanya kecurangan dalam pemilu November yang dimenangkan secara telak oleh partai tersebut.

Baca Juga: Apa Betul Ma'ruf Amin Perbolehkan Jual-Beli Miras Demi Bantu Kas Negara, Cek Fakta..!

Kudeta, yang menghentikan langkah Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, telah menarik ratusan ribu demonstran ke jalan dan kecaman dari negara-negara Barat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengutuk apa yang disebutnya sebagai "kekerasan yang menjijikkan" oleh pasukan keamanan, sementara Menteri Luar Negeri Kanada Marc Garneau mengatakan penggunaan kekuatan mematikan oleh militer terhadap rakyatnya sendiri "mengerikan".

Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia di Myanmar Tom Andrews mengatakan jelas serangan junta akan terus berlanjut sehingga komunitas internasional harus meningkatkan tanggapannya.

Baca Juga: Haram Jadi Trending Topic, Ketua MUI: Kearifan Lokal Tak Bisa Jadi Alasan Pelegalan Miras

Dia mengusulkan embargo senjata global, lebih banyak sanksi dari lebih banyak negara terhadap mereka yang mendalangi kudeta, sanksi terhadap bisnis militer, dan rujukan Dewan Keamanan PBB ke Pengadilan Kriminal Internasional.

"Kata-kata kutukan diterima tetapi tidak cukup. Kita harus bertindak," kata Andrews dalam sebuah pernyataan.

"Mimpi buruk di Myanmar yang terbentang di depan mata kita akan bertambah buruk. Dunia harus bertindak."***

Editor: Ali Hasan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler