KARAWANGPOST - Sampai saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap 1.334 perkara tindak pidana umum dari total 1.454 permohonan.
Pernyataan itu disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Webinar Diskusi Bersama Praktisi 'Restorative Justice, Apakah Solutif?', yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu 16 Juli 2022.
Langkah tersebut sebagai upaya menyeimbangkan aturan yang berlaku dengan interpretasi hukum yang bertumpu pada tujuan kemanfaatan.
Baca Juga: WTO, IMF dan Bank Dunia Menyerukan Agar Pembatasan Perdagangan Dicabut
Menurut Burhanuddin, Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dapat menjadi sebagai salah satu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum.
Ketentuan ini diharapkan dapat digunakan Jaksa untuk melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai.
"Artinya suatu perkara jika diajukan ke Pengadilan tidak hanya semata-mata berdasarkan pelanggaran aturan hukum yang berlaku, namun juga difokuskan pada kemanfaatannya bagi masyarakat," tuturnya.
Baca Juga: Puluhan Ribu Warga Donbas Mengungsi ke Rusia
Pada kesempatan yang sama, Burhanuddin mengatakan pihaknya telah membentuk wadah Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ sebagai wadah pendekatan upaya damai
Dimana dalam setiap upaya perdamaian dengan pendekatan keadilan restoratif juga akan melibatkan pihak korban, tersangka, tokoh atau perwakilan masyarakat, dan pihak lain.
"Rumah RJ akan berfungsi sebagai wadah untuk menyerap nilai-nilai kearifan lokal serta menghidupkan kembali peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan Jaksa dalam proses penyelesaian perkara," tukasnya.***