Resensi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer

- 5 September 2021, 01:38 WIB
Buku Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer
Buku Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer /Instagram/@katalog_sintesisbook/

KARAWANGPOST - Pramoedya Ananta Toer, siapa yang tidak mengenal salah satu sastrawan terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Apalagi di lingkaran penggiat literasi.
 
Sastrawan kelahiran Blora ini telah menghasilkan puluhan buku yang telah diterjemahkan lebih dari 42 Bahasa. 
 
Salah satu karya yang dapat dibilang masterpiece nya yaitu Bumi Manusia. Novel dengan genre roman sejarah ini sebenarnya satu dari empat series novel yang dinamai Tetralogi Buru. 
 
 
karya yang ditulis Pram saat menjadi tahanan politik di pulau Buru selama 10 tahun (1969-1979). 
 
Pram menulis Bumi Manusia sebagai seri pertama Tetralogi Buru hingga novel ini terbit pada tahun 1980 dan sempat dilarang oleh rezim Soeharto karena dianggap mengandung paham Marxisme-Leninsme. 
 
Tetralogi Buru tediri dari Bumi manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Berikut ringkasan buku ini secara singkat.
 
 
Bumi Manusia mengambil latar pada penghujung abad ke-19 (1890-1899) di Indonesia yang dulu namanya masih Hindia Belanda. 
 
Cerita di buka seorang tokoh utama bernama Minke. Ia adalah seorang priyayi pribumi sekaligus siswa HBS Surabaya (semacam Sekolah Menengah yang dikelola Kolonial Belanda). 
 
Ia merupakan pribumi yang cerdas, pandai menulis serta begitu mengagungkan peradaban Barat karena menurutnya negara barat melahirkan modernisasi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. 
 
 
Pada suatu waktu dia menerima ajakan temannya, Robert Suurhof untuk memenuhi undangan makan malam di rumah Nyai Ontosoroh, seorang gundik sekaligus pengusaha. 
 
Di rumah inilah untuk pertama kalinya Minke bertemu dan jatuh cinta dengan Annelies Mellema yang merupakan Indo anak dari Nyai Ontosoroh. 
 
Keluarga Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai keluarga yang mempunyai kisah penuh tragedi mulai dari permusuhan dengan anak sulungnya, Robert Mellema hingga Herman Mellema sang kepala keluarga yang mati secara misterius. 
 
 
Seiring berjalannya waktu Minke menjalin hubungan yang akrab dengan keluarga ini bahkan tinggal di rumah keluarga ini, namun keakrabannya  dibuntuti oleh konflik dan tragedi yang mulai bermunculan mengiringi kisah cinta Minke dengan Anellies. 
 
Mulai dari Robert yang ingin membunuh Minke, desas desus masyarakat tentang Minke yang tinggal di rumah Nyai Ontosoroh hingga pada puncaknya, perjuangan Minke dan Nyai Ontosoroh melawan pengadilan putih.
 
Karya ini merupakan karya sastra yang wajib dibaca setidaknya sekali seumur hidup. Jika menurut kalian novel roman hanya memiliki alur yang itu-itu saja, TIDAK dengan novel ini. Dalam novel ini hal yang lebih menonjol dari pada kisah cinta Minke-Annelies adalah kondisi sosial rakyat Indonesia pada masa kolonial. 
 
 
Pram benar-benar membawa kita untuk menyelami kehidupan serta emosi dari setiap tokoh. Meskipun termasuk kategori fiksi sejarah, penggambaran era penjajahan Belanda-pun digambarkan sangat baik dan akurat oleh Pram seperti pembagian etnis beserta hak-haknya antara Eropa, Tionghoa, Indo, dan Pribumi. 
 
Nasib pribumi yang dianggap rendah sering ditindas, dianggap tak terpelajar, hidup sebagai budak serta hak-nya yang seringkali tak terpenuhi. Tokoh Minke di sini sebagai satu dari beberapa pribumi yang terpelajar, namun malah bangga akan peradaban Eropa. 
 
Seakan Pram meyampaikan pesan bahwa jangan sampai kita lupa akan siapa diri kita sebenarnya. Tak heran buku ini digadang-gadang sebagai buku yang membangkitkan jiwa nasionalisme pembaca melalui tragedi yang dialami para tokohnya.
 
 
Sosok perempuan yang cerdas dan mandiri. Dengan kisah perjuangannya yang bukan main-main, sejak remaja dia dijual oleh ayahnya sendiri demi jabatan. Karakter ini benar-benar menggambarkan definisi dari feminisme. 
 
Dari segi cerita tidak perlu diragukan lagi. Cerita dalam buku ini ditulis Pram secara runtut, mengalir dengan tidak terduga dengan ritme yang bermacam. 
 
Memang bahwa tulisan-tulisan karya Pram banyak yang mengandung makna dan mendidik. 
  • Judul: Bumi Manusia
  • Penulis: Pramoedya Ananta Toer
  • Penerbit: Lentera Dipantara Jakarta
  • Tahun: 2018 (pertama terbit 1980)
  • Tebal: 534 halaman
 
Itulah sedikit ulasan Bumi Manusia, karya sastra legendaris yang di tulis pram. semoga ulasan ini dapat membangun semangat membaca di Indonesia.***
 

Editor: M Haidar

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah