Jabar Siber Hoaks, Media Sosial Berperan Penting dalam Penyebaran Hoaks Vaksin COVID-19

- 22 Januari 2021, 18:58 WIB
Senior Fact Checker Jabar Siber Hoaks Alfianto Yustinova
Senior Fact Checker Jabar Siber Hoaks Alfianto Yustinova /Istagram/@fianova/

KARAWANGPOST - Senior Fact Checker Jabar Siber Hoaks Alfianto Yustinova mengatakan, persebaran hoaks vaksinasi COVID-19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakakapan.

Informasi bohong atau hoaks vaksinasi COVID-19 mengalir deras. Imbasnya, masyarakat takut dan panik untuk disuntik vaksin COVID-19.

Sebanyak 51 hoaks vaksinasi COVID-19 berhasil diklarifikasi Tim Jabar Saber Hoaks (JSH), sedangkan aduan terkait hoaks vaksinasi COVID-19 selama Januari 2021 mencapai 182 aduan.

Baca Juga: Penemuan Mayat Perempuan Setengah Bugil, Ini Kata Kapolres Karawang

"Setelah penyuntikan pertama vaksin, aduan semakin meningkat. Banyak sekali hoaks soal vaksinasi COVID-19 yang muncul," kata Alfianto di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu 20 Januari 2021 lalu.

JSH membuka banyak pintu informasi untuk memudahkan masyarakat menyampaikan aduan. Selain melalui media sosial, JSH menyediakan nomor hotline 082118670700 yang dapat diakses masyarakat.

Alfianto menjelaskan, tema hoaks vaksinasi COVID-19 terus berganti dari waktu ke waktu. Jika pada awal hoaks membicarakan soal kehalalan vaksin COVID-19, saat ini hoaks mayoritas membahas cip dalam vaksin COVID-19.

Baca Juga: Foto dan Caption Unggahan Arya Saloka Trending, Bikin Netizen 'Klepek-klepek'

Selain itu, kata Alfianto, banyak hoaks terkait bahaya vaksin COVID-19. Salah satunya, informasi soal santri yang pingsan usai disuntik COVID-19.

"Beredar video santri yang pingsan setelah disuntik COVID-19. Padahal, video tersebut sudah ada sejak 2018. Saat itu, santri disuntik vaksin difteri. Hoaks yang menyesatkan seperti itu banyak ditemukan," ucapnya.

Masyarakat diharapkan lebih teliti dan kritis saat mengakses informasi. Jika ragu akan informasi yang didapatkan, kata Alfianto, masyarakat dapat mengonfirmasi ke JSH sebelum memercayai informasi tersebut.

Baca Juga: Penyerapan Anggaran di Kementerian PUPR Harus Dipercepat

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti menyatakan, hoaks vaksinasi COVID-19 dapat memicu kebingungan di tengah masyarakat. Sebab, masyarakat sulit membedakan infomasi yang benar dan bohong.

"Tentu saja yang paling utama adalah menghambat upaya mengatasi pandemi. Publik dibingungkan dengan banjir hoaks vaksinasi, sehingga (masyarakat) mengambil keputusan yang keliru,"  kata Santi.

Hoaks vaksinasi COVID-19 beredar melalui beragam saluran. Santi menilai, hoaks yang tersebar di grup aplikasi percakapan akan sulit dilacak. Selain itu, hoaks tersebut akan mudah dipercayai oleh anggota grup.

Baca Juga: Daftar Proyek Fasilitas Kesehatan Pendukung COVID-19 Kementerian PUPR

"Karakter grup aplikasi percakapan juga unik. Dalam grup, selalu ada opinion maker yang posisi sosialnya di grup sangat terhormat. Misalnya, yang sepuh-sepuh, yang senior, yang dianggap sangat berilmu, sangat beragama," katanya.

Santi menyatakan, hoaks vaksinasi COVID-19 selalu dikemas dengan bahasa dan pendekatan emosional. Hoaks pun selalu berisi informasi yang menakutkan di tengah masyarakat.

"Yang ditonjolkan adalah fear atau ketakutan, dan ini _nyambung pisan_ dengan psikologi publik saat berhadapan dengan ketidakpastian, ketidaktahuan, dan kecemasan di tengah situasi pandemi," ucapnya.

Baca Juga: 15 PPKS Binaan Kemensos Siap Bekerja di  PT Waskita Karya

Santi juga memberikan cara mengatasi hoaks. Pertama, berhati-hatilah dengan narasi yang provokatif dan berlebihan. Hoaks kerap menggunakan kalimat-kalimat sensasional dengan maksud mendiskreditkan satu pihak.

Maka itu, kata Santi, jika melihat berita dengan narasi atau judul provokatif, masyarakat sebaiknya mencari informasi lain yang serupa dari situs daring resmi atau media arus utama. Ciri hoaks lainnya adalah ajakan untuk memviralkan.

"Selalu merujuk pada sumber yang kredibel, seperti otoritas kesehatan, dan tokoh-tokoh yang punya otoritas untuk bicara perkara vaksin. Sama-sama dokter, tapi bukan berarti dokter yang satu lebih menguasai persoalan vaksin dibandingkan dokter lainnya yang memang spesialisasinya pada vaksin dan epidemiologi," ucapnya.

Baca Juga: Hadirnya Lembaga Pengelolaan Ivestasi Akan Menjadi Pelengkap Pemulihan Ekonomi 2021

Jika sulit membaca tanda-tanda hoaks, masyarakat sebaiknya mengklarifikasi informasi ke situs mauapun instansi cek fakta, salah satunya JSH.

"Rajin-rajin mengunjungi situs web pemerintah daerah untuk update situasi terkini. Jangan hanya terfokus pada 1-2 media saja," kata Santi.***

Editor: M Haidar

Sumber: Humas Pemprov Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah