Baca Juga: Pemkab Karawang Sesuaikan HET Gas Elpiji 3 Kg
Serta aturan kelima ialah social commerce tidak boleh bertindak sebagai produsen. Lalu aturan terakhir adalah transaksi impor hanya boleh satu kali dengan minimal USD100 atau setara Rp1,5 juta.
Aturan yang disusun tersebut penting mengingat dalam aktivitas perdagangan di social commerce seperti TikTok Shop, barang impor bisa langsung dibeli oleh konsumen Indonesia alias crossborder.
Pelaku usaha digital juga diprotes karena menawarkan harga yang sangat murah di social commerce. Persaingan inilah yang dikhawatirkan mematikan UMKM dalam negeri.
Baca Juga: Pemilu 2024: Kapolri Perintahkan Kabaharkam Polri Kawal Pelaksanaan Pemilu
Untuk itu, Andre pun berharap aturan turunan dari revisi Permendag No.50 Tahun 2020 nantinya dapat membatasi aktivitas penjualan di social commerce yang banyak dikeluhkan pedagang konvensional.
“Dengan larangan berjualan dan bertransaksi, pengusaha akan lebih fokus pada kegiatan promosi. Ini dapat membantu mereka meningkatkan visibilitas dan kesadaran merek mereka di media sosial,” jelas Andre.
Baca Juga: Antisipasi Kejahatan Transnasional, Polri Bangun Kerjasama bersama Kepolisian Palestina
Meski begitu, Andre melihat masih ada beberapa aturan yang berpotensi tidak efektif karena melawan arus perkembangan teknologi.
Ia menyebut social commerce memberikan pengalaman berbelanja tersendiri bagi konsumen, dan bahkan memunculkan fenomena impulsive buying yang dapat menguntungkan pelaku usaha.